Sabtu, 22 November 2014

JENUH


Aku benci kepada setiap ketukan detik yang merangkak pelan-pelan. Selalu saja menawarkan tebakan misteri yang hanya bisa dijawab esok hari. Aku masih menatap cangkir-cangkir kosong, yang mendingin sisa kedatanganmu tadi. Tak ada yang istimewa kini Cuma ada bisu yang menemani. Bekas Jejak kakimu masih menempel pada lantai rumah, bayangan tubuhmu memang sudah menghilang namun aroma parfume masih memenuhi ruangan ini.

Seusai perbincangan tadi, kepalaku rasanya mau pecah. dinding kamar yang hening seolah merayuku untuk menghantamkan kepala ini. Masalah datang silih berganti meminta penyelesaiannnya. Rasanya perjumpaan tadi hanya sia-sia, kau tetap pada pendirianmu untuk sama-sama mengintrospeksi diri.

Aku jenuh….

Hubungan yang kita jalin selama dua puluh empat bulan ini hanya dibumbui pertengkaran, perdebatan dan sisanya rindu. Kalau ditanya mengenai perasaan aku pandai menjawab dengan kalimat  “aku cinta kamu”. Namun hubungan percintaan memang tidak selamanya milik kita, masih ada orang lain yang ikut berkomentar atau sekedar membuat api kecemburuan. Kenapa kita tak jalani saja apa adanya, toh ini adalah kisah milik kita tergantung bagaimana kita sebagai actor melakukan penokohan dengan benar. memang  satu yang perlu diingat masih ada Tuhan sebagai sutradara yang mengatur alurnya….. kita bisa apa???

Dulu aku sangat menikmati prosesnya, saat dimana selalu ada ketukan cinta mendesir keseluruh pembuluh darah. Saat penjajakan menjadi moment indah, yang tak rela bila terlewat.

Mungkin jenuh itu menyentak, saat hati meretas lelah. Betapa masih melekat dalam ingatan kata-kata yang terulur santun saat kita mulai menjalin hubungan. Sepasang bola mata yang kerap memandang teduh, hati yang senatiasa berdebar, suara yang selalu memanjakan telinga dan pelukan hangat yang selalu mampu mengurangi kepenatan. Dan itu semua mungkin akan berakhir dalam hitungan jam…

Aku jenuh….
Aku tidak mungkin menuhankan kamu selevel dengan sang pencipta. Aku ini wanita perasa, yang tak bisa diajak kompromi soal air mata. Malam semakin pekat, entah kenapa aku selalu merasa kau pasti bisa membaca isyaratku. Rasanya pelayanan penyediaan isyarat bukanlah perkara besar untuk Tuhan kan?

Sudah sepuluh malam,  senja dipaksa berlabuh. Sungguh ketidakberadaanmu nanti membuat hidup terasa terlalu panjang untuk dilalui. Mengapa metamorphosis cinta kita tak seindah kupu-kupu?. Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa. Karena mendoakan adalah cara mencintai paling rahasia yang bisa kulakuan saat ini.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar