Aku benci kepada setiap ketukan detik
yang merangkak pelan-pelan. Selalu saja menawarkan tebakan misteri yang hanya
bisa dijawab esok hari. Aku masih menatap cangkir-cangkir kosong, yang mendingin
sisa kedatanganmu tadi. Tak ada yang istimewa kini Cuma ada bisu yang menemani.
Bekas Jejak kakimu masih menempel pada lantai rumah, bayangan tubuhmu memang
sudah menghilang namun aroma parfume masih memenuhi ruangan ini.
Seusai perbincangan tadi, kepalaku
rasanya mau pecah. dinding kamar yang hening seolah merayuku untuk
menghantamkan kepala ini. Masalah datang silih berganti meminta
penyelesaiannnya. Rasanya perjumpaan tadi hanya sia-sia, kau tetap pada
pendirianmu untuk sama-sama mengintrospeksi diri.
Aku jenuh….
Hubungan yang kita jalin selama dua puluh
empat bulan ini hanya dibumbui pertengkaran, perdebatan dan sisanya rindu. Kalau
ditanya mengenai perasaan aku pandai menjawab dengan kalimat “aku cinta kamu”. Namun hubungan percintaan
memang tidak selamanya milik kita, masih ada orang lain yang ikut berkomentar
atau sekedar membuat api kecemburuan. Kenapa kita tak jalani saja apa adanya,
toh ini adalah kisah milik kita tergantung bagaimana kita sebagai actor melakukan
penokohan dengan benar. memang satu yang perlu diingat masih ada Tuhan sebagai
sutradara yang mengatur alurnya….. kita bisa apa???
Dulu aku sangat menikmati prosesnya, saat
dimana selalu ada ketukan cinta mendesir keseluruh pembuluh darah. Saat penjajakan
menjadi moment indah, yang tak rela bila terlewat.
Mungkin jenuh itu menyentak, saat hati
meretas lelah. Betapa masih melekat dalam ingatan kata-kata yang terulur santun
saat kita mulai menjalin hubungan. Sepasang bola mata yang kerap memandang
teduh, hati yang senatiasa berdebar, suara yang selalu memanjakan telinga dan pelukan
hangat yang selalu mampu mengurangi kepenatan. Dan itu semua mungkin akan
berakhir dalam hitungan jam…
Aku jenuh….
Aku tidak mungkin menuhankan kamu selevel
dengan sang pencipta. Aku ini wanita perasa, yang tak bisa diajak kompromi soal
air mata. Malam semakin pekat, entah kenapa aku selalu merasa kau pasti bisa
membaca isyaratku. Rasanya pelayanan penyediaan isyarat bukanlah perkara besar
untuk Tuhan kan?
Sudah sepuluh malam, senja dipaksa berlabuh. Sungguh ketidakberadaanmu
nanti membuat hidup terasa terlalu panjang untuk dilalui. Mengapa metamorphosis
cinta kita tak seindah kupu-kupu?. Yang bisa kulakukan hanyalah berdoa. Karena mendoakan
adalah cara mencintai paling rahasia yang bisa kulakuan saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar