Kamis, 06 November 2014

TERIMA KASIH, PETANG

Mengalahkan penat yang menjadi musuh besar saat ini bukanlah perkara mudah. Petang ini, kakiku masih berpijak pada sebuah bahu jalan ditemani langit jingga keemasan. Di ujung jalan terlihat badanmu yang gagah tengah menanti kehadiranku. Ketika aku menghampirimu, dengan cepat kau raih tangan ini, mengajakku sekedar menikmati teh hangat dikala senja.

Kita seperti ada dalam sebuah drama, datang untuk untuk melunasi rindu atau pergi untuk menyudahi cerita yang berakhir menjadi sebuah kenangan. Seperti yang sudah-sudah, kita hanya bertukar hening dalam setiap pertemuan. Aku terlalu lelah untuk perduli, mencoba memaknai setiap tatapan kosong yang mampir di wajahmu. Jika saja kau tahu, gambar wajahmu selalu menjadi media diskusi ketika aku rindu.

Langit mulai menampakkan petang yang sendu,  hujan mungkin akan segera menyapa. Secangkir teh hangat nyatanya tak dapat mencairkan suasana yang beku ini. Aku masih menanti kerenyahan senyummu, menunggu kata melesat dari bibirmu. Aku bukan saja menunggu tatapan tajam yang mengisyaratkan cinta, namun juga berharap hiperbola keluar dari mulutmu pada saat merayuku manja.

Kita berada pada posisi berhadapan, namun kenapa kita seperti tawanan cinta yang kehabisan cerita untuk di bagi. Kita tak dalam keadaan berselisih paham, namun kenapa.. ah sudahlah…
Kau masih saja sibuk mengaduk secangkir coklat cair yang baru datang. Sedangkan aku masih menaruh curiga, ada apa dengan kita petang ini.

Jika saja menaikkan alis dapat menemukan  jawaban, akan kulakukan ratusan kali agar kudapat menerka isi kepalamu menyibak kebisuan ini. Mungkin, diam adalah bentuk protesmu terhadap sikapku.

Hampir tiga ribu enam ratus detik kita larut dalam hening. Tak seperti biasanya aku pun enggan bersikap cerewet. Pada hitungan detik selanjutnya saat kubuang pandangan jauh keseberang jalan, ada kehangatan seketika kudapati tanganmu tengah mengelus kepalaku penuh manja. Entah ada apa denganmu hari ini, dan kau hanya berujar “jadilah bagian dari hidupku” seraya menyodorkan kotak persegi berisi cincin.


Bahagia luar biasa pada akhirnya melucur kalimat manis darimu, sejak saat itu aku berterima kasih terhadap petang yang mempertemukan kita di ujung penantian berbagi.





evi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar