Mengalahkan
penat yang menjadi musuh besar saat ini bukanlah perkara mudah. Petang ini, kakiku
masih berpijak pada sebuah bahu jalan ditemani langit jingga keemasan. Di ujung
jalan terlihat badanmu yang gagah tengah menanti kehadiranku. Ketika aku
menghampirimu, dengan cepat kau raih tangan ini, mengajakku sekedar menikmati teh
hangat dikala senja.
Kita
seperti ada dalam sebuah drama, datang untuk untuk melunasi rindu atau pergi
untuk menyudahi cerita yang berakhir menjadi sebuah kenangan. Seperti yang
sudah-sudah, kita hanya bertukar hening dalam setiap pertemuan. Aku terlalu
lelah untuk perduli, mencoba memaknai setiap tatapan kosong yang mampir di
wajahmu. Jika saja kau tahu, gambar wajahmu selalu menjadi media diskusi ketika
aku rindu.
Langit
mulai menampakkan petang yang sendu, hujan mungkin akan segera menyapa. Secangkir teh
hangat nyatanya tak dapat mencairkan suasana yang beku ini. Aku masih menanti
kerenyahan senyummu, menunggu kata melesat dari bibirmu. Aku bukan saja
menunggu tatapan tajam yang mengisyaratkan cinta, namun juga berharap hiperbola
keluar dari mulutmu pada saat merayuku manja.
Kita
berada pada posisi berhadapan, namun kenapa kita seperti tawanan cinta yang
kehabisan cerita untuk di bagi. Kita tak dalam keadaan berselisih paham, namun
kenapa.. ah sudahlah…
Kau
masih saja sibuk mengaduk secangkir coklat cair yang baru datang. Sedangkan aku
masih menaruh curiga, ada apa dengan kita petang ini.
Jika
saja menaikkan alis dapat menemukan jawaban, akan kulakukan ratusan kali agar
kudapat menerka isi kepalamu menyibak kebisuan ini. Mungkin, diam adalah bentuk
protesmu terhadap sikapku.
Hampir
tiga ribu enam ratus detik kita larut dalam hening. Tak seperti biasanya aku
pun enggan bersikap cerewet. Pada hitungan detik selanjutnya saat kubuang
pandangan jauh keseberang jalan, ada kehangatan seketika kudapati tanganmu
tengah mengelus kepalaku penuh manja. Entah ada apa denganmu hari ini, dan kau hanya
berujar “jadilah bagian dari hidupku” seraya menyodorkan kotak persegi berisi
cincin.
Bahagia
luar biasa pada akhirnya melucur kalimat manis darimu, sejak saat itu aku
berterima kasih terhadap petang yang mempertemukan kita di ujung penantian
berbagi.
evi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar