Terbangun oleh aroma malam yang mulai merangkak naik menuju fajar. Seketika aku mengigil pada suhu terendah disanjung dengan ribuan kabut menghalangi pandangan. Dimanakah sebuah pagi kau sembunyikan?
Sakit ini akibat kekalahanku di meja judi mempertaruhkan hatimu. Diacuhkan sepi yang lebih sunyi dari denyut nadiku sendiri. Lipatan tanganku nyatanya tak dapat menurunkan suhu dingin percikan air kesucian sepertiga malam.
Kau tau apa yang unik dari pukul 3 pagi? Yaitu Sajadah yang tergelar dan berjarak sangat dekat dengan kening, memohon agar merindukanmu bukanlah bentuk dosa. Tangisku mulai tak senada dengan jarum jam. Sekitar tujuh ratus kata aku keluarkan dalam bentuk penghambaanku agar lekas dikabul.
Kau tahu apa soal permintaanku kepada Ilahi? Sulit dipercaya kau akan peduli. Aku berpura-pura lupa, bahwa hanya aku yang curiga cinta itu milikku saja.
Pergilah...
Aku akan mencoba meletakkan rindu itu dsamping sepatu yang mengantarku mengitari dunia fana.
Lekaslah kembali jika fajar mulai berada diberanda langit.
Semoga pertemuan Menjadi hukuman yang dapat diampuni oleh kerinduan. Meskipun kita sudah sepakat belajar untuk saling melumpuhkan ingatan.
my fellas
Jumat, 06 Mei 2016
Beranjak 👣
Rongga dada ini sudah tak sesesak dulu saat berjumpa dengan rupamu. Nampaknya tulang rusukku mulai maklum karna menyadari kau bukan tempatnya kembali. Aku mulai bahagia, meski seperempatnya adalah bohong. aku mulai tersenyum meski separuhnya menangis.
Jika kemarin masih sempat melempar sapa, tidak untuk hari ini dan seterusnya, Karena keadaannya sudah berbeda.
Aku sudah sepakat dengan semesta, untuk tak lagi menjadi hamba penunggu.
❤❤❤❤👣👣👣👣👣👣❤❤❤❤
Selamanya, hidup akan selalu berupa labirin dan misteri yang tak pernah diketahui dengan tuntas. Karena hati yang lelah ini ingin segera bertemu dengan rumahnya. Kau tau aku pernah mencintaimu secara utuh, meski rahasianya hanya milikku dan tuhan saja yang tahu.
Dan aku tahu kau mencintainya tanpa harus menyakiti hatiku. Kau begitu rapih menutupi perasaan cintamu padanya agar aku tetap setia berdiri di barisan terdepan sebagai pengagummu. Izinkan nafas ini menghela secara ikhlas, dan sampai aku selesaikan cerita fiksi ini di penghujung bulan.
Aku tetap pada tapak kakiku mencari potongan hati yg masih melanjuti perjalannya, sedangkan engkau akan berlabuh pada hati yang biasa kau sandarkan. Jagalah dia baik-baik sampai aku siap berdiri dihadapanmu sebagai tamu di pernikahnmu kelak.
Salam hormat,
😩😩😩
Aku yang lelah menanti 👣
Jika kemarin masih sempat melempar sapa, tidak untuk hari ini dan seterusnya, Karena keadaannya sudah berbeda.
Aku sudah sepakat dengan semesta, untuk tak lagi menjadi hamba penunggu.
❤❤❤❤👣👣👣👣👣👣❤❤❤❤
Selamanya, hidup akan selalu berupa labirin dan misteri yang tak pernah diketahui dengan tuntas. Karena hati yang lelah ini ingin segera bertemu dengan rumahnya. Kau tau aku pernah mencintaimu secara utuh, meski rahasianya hanya milikku dan tuhan saja yang tahu.
Dan aku tahu kau mencintainya tanpa harus menyakiti hatiku. Kau begitu rapih menutupi perasaan cintamu padanya agar aku tetap setia berdiri di barisan terdepan sebagai pengagummu. Izinkan nafas ini menghela secara ikhlas, dan sampai aku selesaikan cerita fiksi ini di penghujung bulan.
Aku tetap pada tapak kakiku mencari potongan hati yg masih melanjuti perjalannya, sedangkan engkau akan berlabuh pada hati yang biasa kau sandarkan. Jagalah dia baik-baik sampai aku siap berdiri dihadapanmu sebagai tamu di pernikahnmu kelak.
Salam hormat,
😩😩😩
Aku yang lelah menanti 👣
Sabtu, 17 Januari 2015
Jikalau Tuhanku Murka
Menginggat para utusan Allah seperti para
nabi dan rasul, kita punya tugas yang sama yaitu menyampaikan kebenaran. Jika
pada setiap malam Ilahi Rabbi mendengar doa para nabi melakukan permohonan
terhadap saudara-saudaranya yang zhalim kami pun serupa. Kami hampir tinggal di
tanah zhalim, namun semangat kami tidak pernah tergores dengan kata menyerah.
Jutaan penduduk muslim terpecah belah di
karenakan pemimpinnya yang gemar ingkar janji dan umbar kata. Dia katakan, ia
adalah seorang muslim namun menafikan kebenaran yang Allah qalamkan. Tak sedikit
yang dia janjikan, namun diingkari. Apakah pemimpin kami ini berasal dari
turunan dewa yang tak secuil pun takut dengan siksa neraka??
Apakah pemimpin kami tidak bisa menghamba
pada yang Esa?
Atau kelak ia ingin mengEsakan diri?
Paham idealis, menjadikan kami skeptis..
Paham demokratis menjadikan kami
pesimis..
Dan paham sekularis membuat kami atheis..
Wahai pemimpim kami, jikalau dalam
keadaan sadar engkau patut kami hormati jadikan kami layaknya rakyat yang patut
diayomi. Kami tak punya payung, kecuali atap langit milik Tuhan yang kami
pinjam. Kami tak punya kehangatan kecuali mentari milik sang Ilahi Rabbi…
evi
Jumat, 16 Januari 2015
Sahabat Kecil
Baru saja berakhir
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi
Hujan di sore ini
Menyisakan keajaiban
Kilauan indahnya pelangi
Tak pernah terlewatkan
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa di beli
Dan tetap mengaguminya
Kesempatan seperti ini
Tak akan bisa di beli
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi
Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya
Janganlah berganti
janganlah berganti
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
janganlah berganti
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
janganlah berganti
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
janganlah berganti
Tetaplah seperti ini
Menjelang Fajar
Terbangun oleh aroma malam yang mulai
merangkak naik menuju subuh. Sakit ini akibat kekalahanku di meja judi
mempertaruhkan hatimu. Barisan kekuatanku rapuh tak bersisa.
Seketika aku mengigil pada suhu terendah
disambut dengan ribuan kabut mendekap pandangan.
Dimanakah sebuah pagi bersembunyi? Aku
merasa diacuhkan sepi yang lebih sunyi dari denyut nadiku sendiri. Lipatan
tanganku tak dapat menurunkan suhu dingin percikan air kesucian sepertiga
malam.
Kau tahu apa yang unik dari pukul tiga
pagi? Yaitu waktu seorang hamba berserah diatas sajadah yang tergelar dimana
kening dan lantai berjarak sangat dekat. Memohon agar merindukanmu bukanlah
perkara dosa. Tangisku mulai tak senada dengan jarum jam. Sekitar tujuh ratus
kata aku keluarkan dalam bentuk penghambaanku terhadap sang Pencipta agar lekas
dikabul.
Jingga milik fajar masih malu-malu untuk
muncul. Sedang matahari masih mencari timur untuk terbit. Aku bukanlah Mentari yang
rela bersinar demi semesta. Dan aku bukan matahari yang selalu setia tenggelam
di barat. Kamu adalah surga yang kupilih sendiri.
Kau tak akan pernah tahu bagaimana
rasanya kalah sebagai pecundang. Dan kau tahu apa soal permintaanku kepada
Ilahi? Sulit dipercaya kau akan peduli. Aku berpura-pura lupa bahwa rindu ini
milikku saja. Pemikiranku beranggapan bahwa hanya aku yang berjuang. Dan curiga
cinta ini milikku saja.
Pergilah . . .
Mungkin aku memang kumpulan terbuang.
Aku akan mencoba meletakkan rindu itu
disamping sepatu yang mengantarku
mengitari dunia fana. Aku akan Lekas kembali jika fajar mulai berada di
beranda langit. Semoga kelak pertemuan menjadi hukuman yang dapat diampuni oleh
kerinduan. Meskipun kita sudah sepakat belajar untuk saling melumpuhkan
ingatan.
Sabtu, 27 Desember 2014
Menuju Senja
Ada ketukan langkah kaki pada setiap
jejak kesunyian. Badai kesendirian ini belum tentu dapat aku taklukan sendiri.
Entah apakah kau mampu beriku penuntun jalan. Sedang saat ini tapak kakimu
tengah bertumpu pada sebuah batu besar, berupa masa lalu. Atau mungkin saat ini
kau sedang berjalan mencari sebuah sandaran lain. Aku tak paham apalah itu…
Entah kemana lagi kakimu akan melangkah
mencari pijakan hangat. Aku selalu kagum pada kegigihanmu menaklukan gunung
tinggi, hingga kau lupa kembali. Kau seperti jiwa-jiwa yang menari dari satu
ingatan ke ingatan lainnya. Entah kepuasaan macam apa yang hendak ditebar oleh
jiwa petualangmu, hingga kau menuhankan kebebasan.
Hidup ini bukan sekedar bicara ketinggian,
turunlah agar kau tengok masih ada hamparan dataran rendah yang menunggu untuk
dipijak. Aku menyadari disanalah kau akan mendapat ketenangan. Aku memang masih
saja terus berfikir sampai kapan kau akan mengerti, hidup ini hanya sekedar
singgah. Dan Tuhan Maha Baik menciptakan semesta untuk dinikmati.
Seandainya kau bisa ku tarik pulang, tak
akan rindu ini bertindak semena-mena.
Memang akan selalu ada gemercik kenangan
menghantui kemana pergi sang penyusun cerita. Betapapun berbisik kau akan tetap
disana, aku bisa apa? Menarikmu turun?
Biar sajalah seperti itu, walau
sebenarnya kau sangat sadar bahwa pandanganmu terlalu sinis, hanya untuk
sekedar menuju senja yang temaram.
~evi~
Jumat, 19 Desember 2014
Malaikat Mendukung
Pukul
14:14
“ sayang,
temui aku nanti malam di tempat biasa ya.. bantu aku untuk melunasi rindu ini”
Ada pesan singkat dari sang kapten
kesayangan kudapati siang ini. Seketika senyumku mengembang disambut degup
jantung kebahagiaan. Ah ! aku tidak salah lihat, kan? Pesan singkat ini darimu,
seseorang yang sudah lama tak ku jumpai keegoisannya…
Tak
pakai pikir panjang, langsung ku balas tanpa aling basa-basi ..
“jangan
datang hanya untuk melunasi rindu, aku disini menagih janjimu untuk bersedia
datang kerumah”
Dan Balasan pesanmu sepertinya kilat “ jangan buat aku tertekan,aku baru saja
mendarat dari ketinggian ribuan kaki di
atas permukaan air laut. Beruntung aku masih bisa mengirim pesan untukmu."
Aku baru saja berhasil membuatnya geram, sifat
jahilku agaknya memancing kekesalannya. Aku tahu kau baru saja tiba dalam
perjalanan panjangmu dan berusaha menemuiku untuk melepas rindu.
Puas rasanya menggoda laki-laki jantan
sepertimu. Aku memang menjengkelkan, namun aku sadar sifat inilah yang
membuatmu tergila-gila padaku. Gelak tawaku makin menjadi-jadi saat pesan
kembali kubalas “jadi pertemuan mana yang
akan kau mulai dahulu? Menemui orang tuaku atau melihat salah satu keajaiban
Tuhan,yaitu aku.. hehe”
Sepertinya Kau kembali meladeni gurauanku yang
konyol, dengan membalas “aku akan menemui salah satu dari 8 kejaiban
dunia yang salah satunya adalah makhluk langka sepertimu..aku tunggu kamu jam 7
malam di café tempat biasa kita bertemu, ku mohon jangan terlambat. Tertanda
diktator rindu.”
Meledek sudah menjadi kebiasaanku sejak
mengenalnya, dan pesan kembali ku balas “jadi
sekarang keajaiban dunia sudah ada 8 ya? Jangan mentang-mentang sudah
berkeliling dunia kau berani membuat khayalan baru”
“ simpan
saja leluconmu itu, bila bertemu nanti siap-siaplah untuk menanggung
resikonya.” Dia mulai mengancam.
----------
Percakapan pesan singkat berhenti sampai situ.
Siang ini tak dapat aku gambarkan melalui kata, tak sanggup membayangkannya
yang hampir setengah windu tak kujumpai. Aku ingin malam nanti malaikat
mendukung pertemuanku.
Malam
nampaknya siap menyambut kapten yang berhari-hari tak menginjakkan kakinya ke
tanah. Seperti biasa aku menghias diri untuk menemuinya, aku tak mau ada kata
celaan seperti yang sudah-sudah karna celana jeans robek yang biasa ku kenakan,
khusus malam ini aku memakai rok panjang agar terlihat anggun.
Tepat
pukul 7 malam aku sudah bertengger di kursi sebuah café dengan suasana yang
diliputi kecemasan. Latar café taman yang dihiasi lampu dan alunan lagu yang
dibawakan oleh pengisi acara menemani durasi tungguku. Tak seperti biasanya,
aku seperti merasakan kencan pertama. Tak kuhiraukan lagi orang-orang
sekeliling, aku sibuk memeriksa pesan masuk darimu.
Udara
semakin dingin, sesekali aku menahan rok yang tersingkap dibawa terbang oleh
angin. Sial! aku salah menggunakan kostum, bisa-bisa sakit kalau anginnya
seganas ini.
Sudah
lebih enam puluh menit aku dibiarkan menunggu ditengah keramaian penghuni kafe.
Batang hidungmu yang besar belum tampak juga. Kemana gerangan manusia tampan
penggendara pesawat itu singgah, adakah dia salah mendarat?
Ditengah
penantianku, akhirnya ada pesan masuk yang berbunyi “sayangku yang cantik penghuni bumi, maaf kaptenmu ini agaknya akan
telat datang. Aku akan datang jam 8 karna masih ada kepentingan yang tak dapat
ditinggalkan”
Aku
menaikkan bibir atasku hingga menyentuh hidung sambil mengernyitkan dahi. Sudah
kuduga, pantas saja aku menunggu selama ini namun tak tampak juga badanmu yang
gagah. Sepertinya penantianku setengah windu masih harus diuji seratus dua
puluh menit lagi.
“iya, aku tunggu… asal kau tau perutku
sudah kembung disapa angin, dan siap mengeluarkan gas beracun” balasku dengan ketus.
Inilah
hebatnya zaman modern, tak perlu takut kesepian jika ada gadget. Aku Nampak
seperti gadis abg yang sedang menunggu om-om mencari mangsa sambil mengutak atik
gadget. Oh Tuhan…..
Sesekali
kubuang pandangan ke sekeliling kafe, berharap mendapat kejutan berhadiah.
tiba-tiba Pesan singkat kembali masuk “kamu dimana? Aku sudah di parkiran”
lalu
ku balas “kenapa tak kau coba untuk
masuk? Bukankah kita berjanji bertemu di kafe, bukan di parkiran kapten?”
“hahaha.. cukup lama ku tinggal
sepertinya bakat melucumu makin bagus. Oke aku segera menyusul” tandasnya
Setibanya
nanti aku akan memarahinya dan akan ku minta pertanggung jawabannya, setiap
detiknya akan ku kalikan seratus ribu per waktu tunggu.
Aku
yang mulai geram tak sabar untuk menemuinya akhirnya memutuskan untuk menelepon.
Aku memang agak ragu untuk menghubunginya, namun nadanya sudah tersambung.
Diujung telepon dengan sigap dia menjawab “aku
sudah di depan kafe, jangan terburu-buru malam masih panjang”
Aku
yang terkejut mendengar suaranya serasa tak berdaya untuk memarahinya. Suaranya
masih seperti dulu, santun dan tegas. Aku hanya bisa menjawab “iya, aku duduk persis dekat panggung ya..”
nada suaraku menurun tunduk.
Aku
tak percaya mendengar suaranya saja aku gugup. ini gila! Mengapa seperti rasa
kencan pertama? Padahal kami sudah lama menjalin hubungan, kenapa seperti
hendak menemui orang asing? hanya dipisahkan jarak tapi berhasil mengaduk-aduk
perasaan dan ini bukan hal biasa.
Yap
! disana… sosok itu… dia telah datang, masih seperti dulu dan nampaknya dia
terlihat lebih kurus. Aku tersenyum dari kejauhan memandangnya dalam keadaan baik-baik
saja, itu sudah cukup. Dia Nampak sibuk
mencariku, mondar-mandir mengelilingi meja demi meja. Sedang aku memperhatikannya
dari jauh, berharap ia menemukanku ditengah keramaian pengunjung kafe. Ah,
kasihan jika melihatnya seperti orang kebingungan mencari orang hilang. Aku
berusaha melambaikan tangan kearahnya, nampaknya ia tak melihat ke arahku, dia
masih sibuk mencariku. Aku ingin dia lebih berusaha menemukanku. Tapi, dia
tampaknya semakin jauh mencariku. Tak pakai pikir panjang aku berjalan mendekatinya,
dia semakin menjauh tak cukup hanya berjalan cepat akhirnya aku berlari kecil
menghampirinya.
Ku
panggil namanya, kutepuk pundaknya dan kuraih tangannya. Ini bukan pertemuan
biasa, harus ku akui kami datang untuk sama-sama melunasi rindu. Saat itu hanya
ada pelukan erat yang tak mampu ku lepaskan. Aku betul-betul merindukannya dan
tak banyak kata yang keluar selain senyum mengembang dari masing-masing bibir
kami. Kami saling menyimak wajah yang telah lama tak bertemu. Tidakkah ini
hadiah yang Tuhan berikan untukku. Terima kasih Tuhan, akhirnya kami
dipertemukan kembali dibawah reruntuhan gerimis dengan tangan saling mengenggam
erat, Dan malaikat yang telah mendukung pertemuan kami. Aku, kamu dan jarak
yang menjadikannya indah. Karena kamulah yang menjadikan waktu yang tak pernah
bosan ku tunggu.
Terima kasih untuk semesta.
Langganan:
Postingan (Atom)