Pagi ini aku merasa malas untuk menopang
badanku sendiri. Aku tak mau bangun terlalu cepat, ditambah lagi harus dipaksa
mengingat kejadian kemarin. Aku adalah pecundang, untuk sekedar menyapa pagi
saja butuh ribuan imun, salah satunya kamu. Jika saja hari kemarin adalah
sebuah kertas mungkin akan ku lumat habis tak bersisa.
Berlebihan rasanya menjadi si penggerutu
pagi ini. Hatiku mulai keropos karena terlalu lelah menggandakan mimpi. Aku adalah
seorang pengagum rahasia yang membiarkan perasaan ini menanggung sesak
bertahun-tahun. Sebagai pengagum rahasia, ada Salah satu penderitaan yang harus
ditanggung yaitu membiarkan orang tersebut lewat dihadapan dan hanya mampu mengungkapkan
cinta dalam hati tanpa seorang pun yang tahu, kecuali Tuhan.
Aku hanya bisa mengunjunginya lewat
balutan doa Ini adalah rahasiaku dengan Tuhan….
Kemarin nampaknya bukan hari keberuntunganku
meskipun kita dipertemukan, karena kita hanya
dalam situasi pertemanan biasa. Kamu terus berbincang dengan yang lain,
sementara aku bergulat dengan pikiranku.
Aku menghargaimu dengan berusaha keras menahan diri untuk tidak menatapmu. Aku memang
menanti hari dimana kita akan berjumpa, kala itu aku berharap kita bisa sekedar
bercerita bertukar pengalaman. Dan dasar hatiku rasanya ingin menyapa lalu
berkata, “tidakkah kau lihat betapa dirimu membuatku gembira?”
Ah sudahlah…
Mungkin aku berlebihan mengharap kamu
menjadi pendampingku, atau setidaknya aku pernah hidup sebagai rindu di telapak
tanganmu. Dan nyatanya semua itu omong kosong…
Barangkali kita hanya sepasang orang asing,
yang saling bertemu pada ketidak sengajaan. Saling melempar senyum, menatap
kosong pada sepasang mata, dan hilang dikesunyian masing-masing. Entah apa yang
terjebak diantara ketukan waktu, selain kehilangan demi kehilangan.
Seperti langit kepada bumi, aku dan kamu
adalah jarak yang tak dapat bertemu namun masih dapat saling menyaksikan dari
kejauhan. Kamu menjadikan waktu sesuatu yang tak bosan ku tunggu. Bersama waktu,
kamu lahir dari ingatan yang tak pernah selesai.
Biarkan bahagia ini ku ciptakan sendiri…
Aku memang tak seperti Matahari yang
masih setia terbit dari timur, dan menghangatkan semesta. Karena membayangkan Memperjuangkanmu
saja aku rapuh. Menutup mulut rapat-rapat dan
membuang kuncinya jauh-jauh adalah upaya yang dapat kulakukan saat ini. selesai
sudah seharian kemarin kita bercengkrama sekarang saat kembali pada realita
yang ada. susahnya menjadi sorang "secret admirer", terlebih hanya
ada sesak sisa pertemuan kemarin. aku terlalu bodoh untuk tetap mempertahankan
perasaan ini.
melihat sebuah quotes seorang, menyadarkanku seketika.....
"jangan sengaja pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar
dikejar. berjuang tak sebercanda itu".
-sujiwo
tejo-
Ya… berjuang memang tak sebercanda itu. Aku
mencoba memejam mata mengatur ritme nafas dan menerima kekalahan bahwa kita tak
ada apa-apa dan kita bukan siapa-siapa. Tetaplah di sana, biarkan aku
mengingatmu sebagai sesuatu yang menenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar